Contoh Makalah Ilmu Dirayah



ILMU HADITS DIRAYAH

iain.jpg



            Dosen pembimbing : M. Rafiq
                                             Disusun oleh:     Arif Ridiawan
                                                                        Krisna Lisdianti
                                                                        Miftahullaily
                                                                           

JURUSAN BAHASA INGGRIS FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI  SULTAN THAHA SAIFUDIN
JAMBI 2011


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya bagi Allah Swt, Rabb semesta alam. Tidak ada daya dan upaya selain dari Nya. Semoga kita selalu dilimpahkan rahmat dan karunia Nya dalam mengarungi kehidupan ini.
Salawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Beserta keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikutinya sampai akhir zaman di manapun mereka berada.
Alhamdulillah dengan izin dan kehendak dari Nyalah, sehingga makalah ini dapat kami selesaikan. Makalah ini kami beri judul Ilmu Hadits Dirayah”. Dalam makalah dijelaskan tentang pengertian ilmu hadits dirayah, dan tujuan dan faedah dari ilmu hadits dirayah. Dengan penjelasan dalam makalah ini diharapkan kepada para pembaca lebih memahami tentang Ilmu Hadist Dirayah dan supaya dapat menjadi nilai tambah dalam mempelajari Islam.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan gambaran tentang materi yang harus selesaikan dan juga semua pihak yang turut membantu menyelesaikan makalah ini.
Terakhir, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah ini, agar makalah ini lebih sempurna pada masa yang akan datang.
                                                                        Jambi, 20 Oktober 2011


                                                                                Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang
Ilmu Hadis atau yang sering diistilahkan dalam bahasa Arab dengan Ulumul Hadtis yang mengandung dua kata, yaitu ‘ulum’ dan ‘al-Hadits’. Kata ulum dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm, jadi berarti ilmu-ilmu, sedangkan al-Hadits dari segi bahasa mengandung beberapa arti, diantaranya baru, sesuatu yang dibicarakan, sesuatu yang sedikit dan banyak. Sedangkan menurut istilah Ulama Hadits adalah “apa yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan, sifat, atau sirah beliau, baik sebelum kenabian atau sesudahnya”. Sedangkan menurut ahli ushul fiqh, hadis adalah: “perkataan, perbuatan, dan penetapan yang disandarkan kepada Rasulullah SAW setelah kenabian.” Adapun sebelum kenabian tidak dianggap sebagai hadis, karena yang dimaksud dengan hadis adalah mengerjakan apa yang menjadi konsekuensinya. Dan ini tidak dapat dilakukan kecuali dengan apa yang terjadi setelah kenabian. Adapun gabungan kata ulum dan al-Hadis ini melahirkan istilah yang selanjutnya dijadikan sebagai suatu disiplin ilmu, yaitu Ulumul Hadits yang memiliki pengertian “ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan Hadits Nabi SAW”.
Pada mulanya, ilmu hadis memang merupakan beberapa ilmu yang masing-masing berdiri sendiri, yang berbicara tentang Hadis Nabi SAW dan para perawinya, sepertiIlmu al-Hadis al-Sahih, Ilmu al-Mursal, Ilmu al-Asma’ wa al-Kuna, dan lain-lain. Penulisan ilmu-ilmu hadis secara parsial dilakukan, khususnya, oleh para ulama abad ke-3 H. Umpamanya, Yahya ibn Ma’in (234H/848M) menulis Tarikh al-Rijal, Muhammad ibn Sa’ad (230H/844) menulis Al—Tabaqat, Ahmad ibn Hanbal (241H/855M) menulis Al-‘Ilaldan Al-Nasikh wal Mansukh, serta banyak lagi yang lainnya.
Ilmu-ilmu yang terpisah dan bersifat parsial tersebut disebut dengan Ulumul Hadis, karena masing-masing membicarakan tentang Hadis dan para perawinya. Akan tetapi, pada masa berikutnya, ilmu-ilmu yang terpisah itu mulai digabungkan dan dijadikan satu, serta selanjutnya dipandang sebagai satu disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Terhadap ilmu yang sudah digabungkan dan menjadi satu kesatuan tersebut tetap dipergunakan nama Ulumul Hadis, sebagaimana halnya sebelum disatukan. Jadi penggunaan lafaz jamak Ulumul Hadis setelah keadaannya menjadi satu adalah mengandung makna mufrad atau tunggal, yaitu Ilmu Hadits, karena telah terjadi perubahan makna lafaz tersebut dari maknanya yang pertama (beberapa ilmu yang terpisah) menjadi nama dari suatu disiplin ilmu yang khusus yang nama lainnya adalah Musthalahul Hadits.

B.                Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian singkat dalam latar belakang, pemakalah mengajukan permaslahan sebagai berikut:
1.      Apa yang pengertian dari Ilmu Hadits Dirayah?
2.      Apa sajakah Objek Kajian atau Pokok Bahasan Ilmu Hadits Dirayah?
3.      Apa tujuan dan Urgensi Mempelajari Ilmu Hadits Dirayah?

C.                Tujuan Penulisan
Adpun yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini dapat penyusun uraikan sebagai berikut:
1.      Mengetahui apa pengertian dari Ilmu Dadits Dirayah.
2.      Mengetahui Objek Kajian atau Pokok Bahasan Ilmu Hadits Dirayah.
3.      Mengetahui Tujuan dan Urgensi Mempelajari Ilmu Hadits Dirayah.

D.                Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pokok permsalahan, maka penulis menysun makalah ini dengan sistematika sebagai berikut:
BAB    I           PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
B.                 Rumusan Masalah
C.                 Tujuan Penulisan
D.                Sistematika Penulisan
BAB    II         PEMBAHASAN
A.                Pengertian Ilmu Hadits Dirayah
B.                 Objek Kajian atau Pokok Bahasan Ilmu Hadits Dirayah
C.                 Tujuan dan Urgensi Mempelajari Ilmu Hadits Dirayah
BAB    III        PENUTUP
A.                Kesimpulan
B.                 Saran
DAFTAR PUSTAKA


BAB II
PEMBAHASAN

A.                Pengertian Ilmu Hadits Dirayah
Ilmu Hadits Dirayah, dari segi bahasa kata dirayah berasal dari kata dara, yadri, daryan, dirayatan/dirayah = pengetahuan, jadi yang dibahas nanti dari segi pengetahuannya yakni pengetahuan tentang hadits atau pengantar ilmu hadits. Secara istilah
Artinya:
“Ilmu yang mempelajari tentang hakikat periwayatan, syarat-syaratnya, macam-macamnya, dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, macam-macam periwayatan, hal-hal yang berkaitan dengannya”1

Definisi tentang Ilmu Hadits Dirayah dikemukakan oleh M. ‘Ajjaj al-Khathib, sebagai berikut:
Artinya:
“Ilmu Hadits Dirayah adalah kumpulan kaidah-kaidah dan masalah-masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan marwi dari segi diterima atau ditolaknya”2

1 As-Suyuthi, Tadrib Ar-Rawi..., juz 1, hlm. 40.
2 M. Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits, hlm. 8.

Untuk memperjelas definisi di atas perlu dikemukakan secara terperinci.
1.      Maksud  hakikat periwayatan pada definisi di atas memindahkan berita dalam sunnah atau sesamanya dan menyandarkannya kepada orang yang membawa berita atau yang menyampaikan berita tersebut atau kepada yang lainnya.
2.      Syarat-syarat periwayatan maksudnya kondisi perawi ketika menerima (tahammul) periwayatan hadits, apakah menggunakan metode as-sama’ (murid mendengar penyampaian guru), al-qira’ah (murid  membaca guru mendengar), al-ijazah (guru memberi izin murid untuk meriwayatkan haditsnya), dan lain-lain.
3.      Macam-macamnya, yakni macam-macam periwayatan apakah bertemu langsung (sanad muttashil) atau terputus (inqitha).
4.      Hukum-hukumnya, diterima (maqbul) atau ditolak (mardud).
5.      Keadaan para perawi, seorang perawi ketika menerima (tahammul) dan menyampaikan  (ada) hadits, adil atau tidak, di mana tempat tinggal lahir dan wafatnya. Sedang kondisi marwi  maksudnya hal-hal yang berkaitan dengan persyaratan periwayatan ketika tahammul (menerima hadits) dan ada’ (menyampaikan periwayatan), persambungan sanad dan tidaknya dan lain-lain.3 Demikian juga berita yang diriwayatkan itu apakah rasional atau tidak, bertentangan dengan Al-Qur’an atau tidak, dan seterusnya.
6.      Macam-macam periwayatan, artinya hadits atau atsar macam-macam bentuk pembukuanya apakah Musnad, Mu’jam, Ajza’, dan lainya dari jenis-jenis kitab yang menghimpun hadits-hadits Nabi SAW.
7.      Hal-hal yang berkaitan dengannya, mengetahui istilah-istilah ahli hadits.
3 Ibid. Hlm. 107-108.

Istilah ilmu hadits dirayah, menurut As-Suyuthi, muncul setelah masa Al-Khatib Al Baghdadi, yaitu pada masa Al-Akfani. Ilmu ini dikenal juga dengan sebutan ilmu ushul al-hadits, ‘ulum al-hadits, musthalah al-hadits, dan  qawa’id al-tahdits.4

Definisi yang paling baik, seperti yang diungkapkan oleh ‘Izzuddin bin Jama’ah, yaitu.
”ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan”.5
Dari pengertian tersebut, kita bisa mengetahui bahwa ilmu hadits dirayah adalah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara menerima dan meyampaikan hadits, sifat rawi, dan lain-lain.
Sasaran kajian ilmu hadits dirayah adalah  sanad dan  matan dengan segala persoalan yang terkandung di dalamnya yang turut mempengaruhi kualitas hadits tersebut. Kajian terhadap masalah-masalah yang bersangkutan dengan sanad disebut naqd as-sanad (kritik sanad) atau kritik ekstren.  
Disebut demikian karena yang dibahas ilmu itu adalah akurasi (kebenaran) jalur periwayatan, mulai sahabat sampai kepada periwayat terahkir yang menulis dan membukukan hadits tersebut.

B.                Objek Kajian atau Pokok Bahasan Ilmu Hadits Dirayah
Objek kajian atau pokok bahasan Ilmu Hadits Dirayah ini, berdasarkan definisi di atas adalah sanad dan matan  hadits.
1.      Ittishal as-sanad (Persambungan sanad).
Dalam hal ini tidak dibenarkan adanya rangkaian sanad yang terputus, tersembunyi, tidak diketahui identitasnya (wahm), atau samar.
2.      Tsiqat as-sanad, yakni sifat ‘adl (adil), dhabit (cermat dan kuat), dan tsiqah (terpercaya) yang harus dimiliki seorang periwayatan
4 As-Suyuthi. Op.cit. hlm. 5.
5 ‘Itr. op.cit. hlm. 16.

3.      Syad, yakni kejanggalan yang terdapat atau bersumber dari sanad. Misalnya, hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang tsiqah, tetapi menyendiri dan bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh periwayat-periwayat tsiqah lainnya.
4.      ‘Illat, yakni cacat yang tersembunyi pada suatu hadits yang kelihatannya baik atau sempurna. Syadz dan ‘illat ada kalanya terdapat juga pada matan dan untuk menelitinya diperlukan penguasaan ilmu yang mendalam.
Kajian terhadap masalah yang menyangkut matan disebut naqd al-matan (kritik matan) atau kritik intern. Disebut demikian karena yang dibahasnya adalah materi hadits itu sendiri, yakni perkataan, perbuatan, atau ketetapan Rasulullah SAW. Pokok pembahasannya meliputi :

a.       Kejanggalan-kejanggalan dari segi redaksi.
b.      Fasad al-ma’na, yakni terdapat cacat atau kejanggalan pada makna hadits karena bertentangan dengan al-hiss (indra) dan akal, bertentangan dengan nash Al-Qur’an, dan bertentangan dengan fakta sejarah yang terjadi pada masa Nabi SAW. Serta mencerminkan fanatisme golongan yang berlebihan.
c.       Kata-kata gharib (asing), yakni kata-kata yang tidak dapat dipahami berdasarkan makna yang umum dikenal.

C.                Tujuan dan Urgensi Mempelajari Ilmu Hadits Dirayah

Dengan mengetahui ilmu hadits dirayah kita dapat mengetahui dan menetapkan maqbul (diterima) dan mardad (ditolak)-nya suatu hadits. Karena dalam perkembangannya, hadits Nabi SAW, telah dikacaukan dengan munculnya hadits-hadits palsu yang tidak saja dilakukan oleh musuh-musuh Islam, tetapi juga oleh umat Islam sendiri dengan motif kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan. Oleh karena itu, ilmu hadits dirayah  ini mempunyai arti penting dalam usaha pemeliharaan hadits Nabi SAW dengan ilmu hadits dirayah, kita dapat meneliti hadits mana yang dapat dipercaya berasal dari Rasulullah SSAW, yang shahih, dhaif,  dan  maudhu’ (palsu).
Untuk mengetahui dan menetapkan Hadits-hadits yang Maqbul (yang dapat diterima sebagai dalil atau untuk diamalkan) dan yang mardud.


Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadits dan ilmu hadits dari masa k masa, sejak masa Rasulullah SAW sampai sekarang.
Mengetahui tokoh-tokoh dan usaha yang telah dilakukan dalam mengumpulkan, memelihara, dan meriwayatkan hadits.
Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan hadits lebih lanjut.
Mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadits sebagai pedoman dalam menetapkan suatu hukum syara’.6
 Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadits dan ilmu hadits dari masa k masa, sejak masa Rasulullah SAW sampai sekarang.
Mengetahui tokoh-tokoh dan usaha yang telah dilakukan dalam mengumpulkan, memelihara, dan meriwayatkan hadits.
Mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam mengklasifikasikan hadits lebih lanjut.
Mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria-kriteria hadits sebagai pedoman dalam menetapkan suatu hukum syara’.6
 6 Utang Ranuwijaya. Ilmu Hadits. Jakarta: Gaya Media Pratama. 1996. Hlm. 78.

BAB III
PENUTUP

A.                Kesimpulan

Ilmu Hadits Dirayah inilah yang pada masa selanjutnya secara umum dikenal dengan Ulumul Hadits, Mushthalah al-Hadits, atau Ushul al-Hadits. Keseluruhan nama-nama di atas, meskipun bervariasi, namun mempunyai arti dan tujuan yang sama, yaitu ilmu yang membahas tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan perawi (sanad),  dan  marwi (matan) suatu Hadits, dari segi diterima, dan ditolaknya.1

Para Ulama Hadits membagi Ilmu Hadits Dirayah atau Ulumul Hadits  ini kepada beberapa macam, berdasarkan kepada permasalahan yang dibahas padanya, seperti pembahasan tentang pembagian Hadist Shahih, Hasan, dan Dha’if, sefrta macam-macamnya, pembahasan tentang tata cara penerimaan (tahammul)  dan periwayatan (adda’) Hadits, pembahasan al-jarih dan  al-ta’dil serta tingkatan-tingkatannya, pembahasan tentang perawi, latar belakang kehidupannya, dan pengklasifikasiannya antara yang tsiqat dan dha’if, dan pembahasan lainnya. Masing-masing pembahasan di atas dipandang sebagai maccam-macam dali Ulumul Hadits, sehingga karena banyaknya, Imam al-Suyuthi menyatakan bahwa tidak terhingga jumlahnya.2  Ibn al-Shalah menyebutkan ada 65 macam Ulumul Hadits, sesuai dengan pembahasannya, sepertinya yang dikemukakan di atas.3

B.                Saran

Dengan kerendahan hati, penulis merasa makalah ini sangat sederhana dan jauh dari kesempuraan. Saran kritik yang konstuktif sangat diperlukan demi kesempurnaan makalah sehingga akan lebih bernanfaat kontibusinya bagi hazanah keilmuan. Wallahu a’lam.


1 Ibid., hlm. 9.
2 Ibid., hlm. 11, lihat juga Tadrib al-Rawi, hlm. 53.
3 Abu ‘Amr Ibn  al-Shalah, ‘Ulum alh-Hadits, ed. Nur al-Din ‘Atr (Madinah: Maktabat al-‘Ilmiyyah, 1972), hlm. 5-10.

Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "Contoh Makalah Ilmu Dirayah"

  1. makasih mas, ijin share dan copy, ya .semoga bermanfaat. by: dakwahsyariah.com

    ReplyDelete
    Replies
    1. sama sama, semoga bermanfaat ... jangan senggan mampir lagi,,,,

      Delete