METODE MENDIDIK ANAK ERA MILENIAL



Zaman memiliki karakter perubahan yang sangat cepat dan pesat. Era itu menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua yang hidup pada tahun-tahun sebelum industri teknologi merajalela. Orang tua ditutut beradaptasi dengan cepat pula. Sementara tidak semua melek teknologi. Seolah terbalik, orang tua yang seharusnya membentuk karakter dan mental anak menghadapi lalu lintas informasi, justeru kerap bertanya mengenai hal seperti letak tombol enter pada gawai.

Era industri 4.0 juga melahirkan fenomena baru di lingkungan keluarga. Tidak sedikit anak menjaga jarak dari orang tua. Saat bosan, ayah tak lagi menjadi tempat bersandar, risau sedih tak lagi tercurah kepada ibu. Anak cenderung nyaman dengan spot tertentu, seperti kamar. Ibarat anak berada dalam keramaian meski sendiri dalam bentuk fisik.

Jarak anak dan orang tua semakin jauh jika sudah berselancar ke dunia maya. Semua informasi bisa dibuka. Jika orang tua tidak memahami perkembangan zaman itu, bisa jadi rimba alam maya menjadi awal petaka dalam rumah tangga.

Pegiat kekokohan keluarga, Ustadz Bendri Jaisyurrahman, telah mewanti-wanti hal ini kepada orang tua. Ia aktif di berbagai media sosial maupun majelis taklim untuk menyerukan pentingnya mendidik anak di era milenial ini. Ia memiliki laman pribadi yang aktif membagikan rencana kajian, demikian pula akun-akun media sosial. Akun beliau tak susah ditemukan. Di Instagram, cukup menulis nama lengkap beliau maka akan muncul akun dengan 14 ribu lebih pengikut.

Dalam sebuah kajian ”Mendidik Anak Berpondasi Islam di Era Milenial” dikutip dari laman duniaibuibu, Ustadz Bendri menjelaska, generasi milenial lahir pada era 80-an dan pertengahn 90-an hingga awal 2000-an. Itu didasari pernyataan para ahli. Generasi ini identik dengan internet, bahkan sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Gawai menjadi pelengkap kala beraktivitas.

Di sisi lain, orang tua zaman now kadang tak sadar dengan pola didik anak sejak kecil. Kerap mereka menggunakan gawa sebagai jalan pintas menenangkan anak. Anak nangis, kasih gawai, nonton Youtube. Dulu respon pertama orang tua saat anak menangis adalah menggendoong, memeluk, hingga bermain Bersama. Respons itu membuat anak terasa nyaman saat berada dalam pelukan ibu. Hangat.

Pola asuh saat kecil itu berdampak saat anak dewasa. Tidak mau repot saat mengasuh anak menjadi kesalahan kebanyakan orang tua saat ini. Padahal, repot adalah sebuah kewajaran. Santai dan tidak mau repot saat anak masih kecil, berganti saat anak dewasa. Stress dengan segala pergaulan yang tak sesuai dengan nilai-nilai Islam maupun norma-norma di tengah masyarakat.

Repot itu karunia dari Allah SWT. Seperti ibunda Hajar dengan keteguhan melintasi dua bukit tanpa mengeluh. Tujuh kali ia kelilingi meski tak mendapati apa yang dicari. Justeru dengan keteguhan itu, Allah beri balasan terindah untuk Hajar. Jika hari ini ke Mekah, keberkahan ibunda Hajar akan menyegarkan tenggerokan kering dengan air zam-zam.



Pertama, Tips Mendidik Anak Jadi Tangguh

Ustadz Bendri mengutip surah An-Nisa ayat 9. Allah SWT berfirman; “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”


Ada 3 indikator anak tangguh:

1. Tangguh Menghadapi Kesulitan


Orang tua harus mendidik anak untuk cerdas melewati kesulitan. Jika keseharian waktu dihabiskan di ruang berdinding marmer lenagkap dengan pendingin ruangan, orang tua boleh sesekali mengajak anak berpetualang ke alam liar. Anak harus diperkenalkan wajah dunia sejak kecil, agar tidak kaget saat dewasa, dan justeru mencari sendiri dari luar lingkungan keluarga.

2. Tangguh Melewati Ujian Syahwat

Lalu lintas informasi menyajikan banyak konten negatif disertai kemudahan. Maka itu, orang tua harus mendidik anak untuk berkata tidak pada konten-konten negatif. Hal penting adalah mendidik anak adab-adab bergaul dalam Islam, sehingga kelak menjadi benteng kuat saat mereka memasuki usia puber, saat-saat di mana tembok putih terlihat cantik.

3. Tangguh Melewati Ujian Marah

Orang tua harus membentuk karakter anak sejak dini tentang tata cara mengelola emosi. Orang harus tegas pada waktunya, dan berlemah lembut pada momen tepat pula.

Tiga pendidikan karakter itu bisa dicapai dengan tiga tips pula. Pertama, bermula dari iman. Ini disebutkan dalam surah Ibrahim ayat 24. Adab dan iman harus didahulukan sebelum mengajari anak-anak ilmu. Jika saat Lembaga pendidikan ada di setiap daerah, maka rumah harus menjadi pendidikan anak. Sekolah menjadi pendidikan ilmu. Ini agar terjadi keseimbangan dalam pendidikan karakter bagi anak.

Jundub bin Junadah berkata, “Kami telah bersama Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika kami masih sangat muda. Kami mempelajari iman sebelum belajar al-Quran, kemudian barulah kami mempelajari al-Quran hingga bertambahlah keimanan kami karenanya.” (HR. Ibn Majah dan disahihkan oleh al-Albani)


Kedua, menguatkan ikatan hati

Kalua ingin anak menurut dan berperilaku baik, merebut hatinya adalah cara paling jituh. Tak perlu banyak mendebat anak, marahi dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Ikat hati anak sebelum menasehati. Buat dia mencintai orang tua sebelum beri tugas. Selalu sediakan telingan dan pundak untuk mendengar curahan hati anak.


Ketiga, sosok ayah sebagai penyelamat

Ayah adalah teman. Ayah adalah sahabat. Ayah adalah idolah. Ayah adalah panutan. Keakraban anak dan orang tua harus dibangun sejak dini. Didik anak agar tidak malu menceritakan rahasianya kepada orang, terutama kepada ayah. Justeru akan berbahaya jika mereka menjadikan media sosial sebagai pelampiasa. Bisa jadi anak tidak memiliki rasa nyaman dengan orangtua.

(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya: “Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan, kulihat semuanya sujud kepadaku”.


Tugas Orang Tua di Era Milenial

1.    Upayakan anak nyaman berbagi rahasia dengan ayah atau ibu. Saat mereka bercerita, hindari banayak bertanya.

2.    Kuasai skill membuat anak rindu, bisa memasak, memijak, dan mendengar.

3.    Berikan hiburan alternatif sebagai bentuk menaklukan rasa bosan, bukan dengan gadget namun manfaatkan apa yang ada untuk membangun kreatifitasnya.

4.    Sesekali ajak anak melakukan aktivitas bermakna untuk melawan gawai. Sosok ayah harus menjadi figure yang bisa menghibur, bermain, dan berpetualang.

5.    Melatih anak untuk memiliki aktivitas harian. Ini termaktub dalam surah Al-Hasyr ayat 18.

Managemen Gadget dalam Rumah

 

1.     Waktu. Sepakati bersama waktu yang terlarang.

2.    Durasi. Pada anak usia 0-2 tahun no gadget at all, anak usia 2-4 tahun maksimal 30 menit, anak usia 4-7 tahun maksimal 1 jam, dan puncaknya pada orang dewasa hanya 2 jam perharinya.

3.    Isi. Bangun kesepakatan, misal hanya 1 sosial messenger yaitu Whatsapp maka line uninstall, sosial media 2 facebook dan instagram, maka twitter uninstall.

4.  Lokasi. Sepakati lokasi yang tidak boleh menggunakan gadget, misal di kamar tidur, kamar mandi, dan meja makan.

5. Situasi. Hindari pegang gadget saat mengaji, sekolah, menyetir, bertamu, termasuk menjadi tuan rumah.

Source : https://langit7.id/read/697/1/tips-mendidik-anak-menjadi-tangguh-di-era-milenial-ala-islam-1626502037

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "METODE MENDIDIK ANAK ERA MILENIAL"

Post a Comment