MAKALAH KHUTBAH JUM'AT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Khutbah
Jum’at merupakan perkataan yang mengandung mau’izhah dan tuntunan
ibadah yang diucapkan oleh Khatib dengan syarat yang telah ditentukan
syara’ dan menjadi rukun untuk memberikan pengertian para hadlirin,
menurut rukun dari shalat Jum’at.
Secara etimologis (harfiyah), khuthbah
artinya : pidato, nasihat, pesan (taushiyah). Sedangkan menurut
terminologi Islam (istilah syara’); khutbah (Jum’at) ialah pidato yang
disampaikan oleh seorang khatib di depan jama’ah sebelum shalat Jum’at
dilaksanakan dengan syarat-syarat dan rukun tertentu, baik berupa
tadzkiroh (peringatan, penyadaran), mau’idzoh (pembelajaran) maupun
taushiyah (nasehat).
Berdasarkan
pengertian di atas, maka khutbah adalah pidato normatif, karena selain
merupakan bagian dari shalat Jum’at juga memerlukan persiapan yang lebih
matang, penguasaan bahan dan metodologi yang mampu memikat perhatian.
Selain khutbah Jum’at, ada pula khutbah yang dilaksanakan sesudah
sholat, yaitu: khutbah ‘Idul Fitri, ‘Idul Adha, khutbah sholat Gerhana
(Kusuf dan Khusuf). Sedangkan khutbah nikah dilaksanakan sebelum akad
nikah. Dalam makalah ini yang akan dikaji adalah khusus tentang khutbah
Jum’at.
Sedangkan
khutbah nikah dilaksanakan sebelum akad nikah. Dalam makalah ini yang
akan dikaji adalah khusus tentang khutbah Jum’at.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian singkat dalam latar belakang, pemakalah mengajukan permaslahan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Khutbah Jum’at, beserta dalil-dalil yang menerangkan tentang Khutbah Jum’at?
2. Apa sajakan yang menjadi fungsi, dan Syarat sahnya Khutbah?
3. Apa sajakah Rukun dan Sunah Khutbah?
4. Apa sajakah hal yang makruh dilakukan ketika berkhutbah, dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Khutbah?
5. Apa sajakah yang membuat pendengar kecewa usai mendengarkan Khutbah?
C. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pokok permsalahan, maka penulis menysun makalah ini dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
D. Latar Belakang
E. Rumusan Masalah
F. Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
L. Pengertian Khutbah Jum’at
M. Dalil-dalil Tentang Khutbah Jum’at
N. Persyaratan Khatib
O. Fungsi Khutbah
P. Syarat Sahnya Khutbah
Q. Rukun Khutbah
R. Sunah-sunah Khutbah
S. Hal-hal yang Dimakruhkan Dalam Khutbah
T. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Khotib
U. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Khutbah
V. Beberapa Kajadian yang Mengecewakan Para Pendengar
BAB III PENUTUP
C. Kesimpulan
D. Saran
DAFTAR PUSTAKA
PEMBAHASAN
A. Pengertian Khutbah Jum’at
Secara
etimologis (harfiyah), khuthbah artinya : pidato, nasihat, pesan
(taushiyah). Sedangkan menurut terminologi Islam (istilah syara’);
khutbah (Jum’at) ialah pidato yang disampaikan oleh seorang khatib di
depan jama’ah sebelum shalat Jum’at dilaksanakan dengan syarat-syarat
dan rukun tertentu, baik berupa tadzkiroh (peringatan, penyadaran),
mau’idzoh (pembelajaran) maupun taushiyah (nasehat).
Berdasarkan
pengertian di atas, maka khutbah adalah pidato normatif, karena selain
merupakan bagian dari shalat Jum’at juga memerlukan persiapan yang lebih
matang, penguasaan bahan dan metodologi yang mampu memikat perhatian.
Selain
khutbah Jum’at, ada pula khutbah yang dilaksanakan sesudah sholat,
yaitu: khutbah ‘Idul Fitri, ‘Idul Adha, khutbah sholat Gerhana (Kusuf
dan Khusuf). Sedangkan khutbah nikah dilaksanakan sebelum akad nikah.
Dalam makalah ini yang akan dikaji adalah khusus tentang khutbah Jum’at.
B. Dalil-dalil Tentang Khutbah Jum’at
1. Firman Allah SWT dalam surat Al-Jumu’ah ayat 9 yang artinya:
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada
hari Jum’at (shalat Jum’at), maka segeralah kamu mengingat Allah dan
tinggalkanlah urusan jual beli (urusan duniawi). Yang demikian itu lebih
baik bagi kamu jika kamu mengetahui”. (QS. Al-Jumu’ah : 9)
2. Riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar r.a.:
“Adalah Nabi SAW. berkhutbah pada hari Jum’at dengan berdiri, kemudian beliau duduk dan lalu berdiri lagi sebagaimana dijalankan oleh orang-orang sekarang”.
“Adalah Nabi SAW. berkhutbah pada hari Jum’at dengan berdiri, kemudian beliau duduk dan lalu berdiri lagi sebagaimana dijalankan oleh orang-orang sekarang”.
3. Riwayat Bukhari, Nasai dan Abu Daud dari Yazid bin Sa’id r.a.:
“Adalah seruan pada hari Jum’at itu awalnya (adzan) tatkala Imam duduk di atas mimbar, hal demikian itu berlaku pada masa Rasulullah SAW. hingga masa khalifah Umar r.a. Setelah tiba masa khalifah Usman r.a. dan orang semakin banyak, maka beliau menambah adzan ketiga (karena adzan dan iqomah dipandang dua seruan) di atas Zaura (nama tempat di pasar), yang mana pada masa Nabi SAW. hanya ada seorang muadzin”.
“Adalah seruan pada hari Jum’at itu awalnya (adzan) tatkala Imam duduk di atas mimbar, hal demikian itu berlaku pada masa Rasulullah SAW. hingga masa khalifah Umar r.a. Setelah tiba masa khalifah Usman r.a. dan orang semakin banyak, maka beliau menambah adzan ketiga (karena adzan dan iqomah dipandang dua seruan) di atas Zaura (nama tempat di pasar), yang mana pada masa Nabi SAW. hanya ada seorang muadzin”.
4. Riwayat Muslim dari Jabir r.a.:
"Pada
suatu ketika Nabi SAW. sedang berkhutbah, tiba-tiba datang seorang
laki-laki, lalu Nabi bertanya kepadanya: Apakah Anda sudah shalat? Hai
Fulan! Jawab orang itu : Belum wahai Rasulullah! Sabda beliau:
Berdirilah! Shalatlah lebih dahulu (dua raka’at) (HR. Muslim).
C. Persyaratan Khotib
1. Ikhlas,
terhindari dari pamrih, riya dan sum’ah (popularitas). Perhatikan
firman Allah SWT. dalam menceritakan keikhlasan Nabi Hud AS:
“Hai
kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini, ucapanku
tidak lain hanyalah dari Allah yang menciptakan aku. Tidakkah kamu
memikirkannya?”. (QS. Hud:51).
2. ‘Amilun bi’ilmihi (mengamalkan ilmunya), Allah SWT. berfirman:
“Hai
orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu
lakukan? Amat besar kemurkaan di sisi Allah terhadap orang yang
mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan”. (QS. As-Shaf : 2-3).
3. Kasih sayang kepada jama’ah, Rasulullah SAW. bersabda:
“Bahwa sesungguhnya aku terhadap kamu semua laksana seorang ayah terhadap anaknya”. (HR. Abu Dawud, An-Nasai, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah).
“Bahwa sesungguhnya aku terhadap kamu semua laksana seorang ayah terhadap anaknya”. (HR. Abu Dawud, An-Nasai, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah).
4. Wara’ (menghindari yang syubhat), perhatikan sabda Nabi SAW:
“Jadilah kamu sebagai seorang yang wara’, maka kamu adalah manusia yang paling tekun beribadah”. (HR. Baihaqi dari Abi Hurairah)
“Jadilah kamu sebagai seorang yang wara’, maka kamu adalah manusia yang paling tekun beribadah”. (HR. Baihaqi dari Abi Hurairah)
5. ‘Izzatun Nafsi (tahu harga diri untuk menjadi khairunnas), Allah SWT. berfirman:
“Dan
Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi
petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar (dalam menegakkan
kebenaran), dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami”. (QS. As-Sajdah :
24).
D. Fungsi Khutbah
1. Tahdzir (peringatan, perhatian)
2. Taushiyah (pesan, nasehat)
3. Tadzkir/mau’idzoh (pembelajaran, penyadaran)
4. Tabsyir (kabar gembiran, harapan)
5. Bagian dari syarat sahnya sholat Jum’at
Berkenaan
dengan fungsi khutbah tersebut di atas, maka khutbah disampaikan dengan
bahasa yang mudah difahami oleh jama’ah (boleh bahasa setempat),
kecuali rukun-rukun khutbah. Allah SWT. berfirman:
“Dan
tidaklah Kami mengutus Rasul, melainkan dengan bahasa yang difahami
oleh kaumnya, agar ia dapat memberi penjelasan kepada mereka”. (QS.
Ibrahim : 4).
E. Syarat Sahnya Khutbah
1. Dilaksanakan sebelum sholat Jum’at. Ini berdasarkan amaliyah Rasulullah SAW.
2. Telah masuk waktu Jum’at, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Anas bin Malik r.a. ia berkata:
“Sesungguhnya Nabi SAW. melaksanakan shalat Jum’at setelah zawal (matahari condong ke Barat)”. (HR. Bukhari).
3. Tidak memalingkan pandangan
4. Rukun khutbah dengan bahasa Arab, ittiba’ kepada Rasulullah SAW.
5. Berturut-turut antara dua khutbah dan shalat
6. Khatib suci dari hadats dan najis, karena berkhutbah merupakan syarat sahnya shalat Jum’at.
7. Khatib menutup ‘aurat, sama dengan persyaratan shalat Jum’at.
8. Dilaksanakan dengan berdiri kecuali darurat, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Ibnu Umar r.a:
“Sesungguhnya
Nabi SAW. apabila keluar pada hari Jum’at, beliau duduk yakni di atas
mimbar hingga muadzin diam, kemudian berdiri lalu berkhutbah”. (HR. Abu Daud).
9. Duduk antara dua khutbah dengan tuma’ninah, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Ibnu Umar r.a. ia berkata:
“Adalah Nabi SAW. berkhutbah sambil berdiri, kemudian duduk, dan berdiri lagi sebagaimana kamu semua melakukannya sekarang ini”. (HR. Bukhari dan Muslim).
10. Terdengar oleh semua jama’ah
11. Khatib Jum’at adalah laki-laki
12. Khatib lebih utama sebagai Imam sholat
F. Rukun Khutbah
1. Hamdalah, yakni ucapan “Alhamdulillah” , berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Jabir r.a.:
“Sesungguhnya
Nabi SAW. berkhutbah pada hari Jum’at, maka (beliau) memuji Allah
(dengan mengucap Alhamdulillah) dan menyanjung-Nya”. (HR. Imam Muslim).
Hamdalah
Khutbah jumat itu wajib dimulai dengan hamdalah. Yaitu lafaz yang
memuji Allah SWT. Misalnya lafaz alhamdulillah, atau innalhamda lillah,
atau ahmadullah. Pendeknya, minimal ada kata alhamd dan lafaz Allah,
baik di khutbah pertama atau khutbah kedua.
2. Syahadat (Tasyahud), yaitu membaca “Asyhadu anla ilaaha illallah wahdahu laa syarikalahu wa Asyhadu anna Muhammadan abduhu warasuluhu”, berdasarkan hadits Nabi SAW:
“Tia-tiap khutbah yang tidak ada syahadatnya adalah seperti tangan yang terpotong”. (HR. Ahmad dan Abu Dauwd).
3. Shalawat
4. Wasiyat Taqwa, antara lain ucapan “Ittaqullah haqqa tuqaatih”.
5. Membaca ayat Al-Qur’an, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Jabir bin Samurah r.a.:
“Adalah
Rasulullah SAW. berkhutbah (dalam keadaan) berdiri dan duduk antara dua
khutbah, membaca ayat-ayat Al-Qur’an serta memberikan peringatan kepada
manusia”. (HR. Jama’ah, kecuali Bukhari dan Tirmidzi).
6. Berdo’a
Semua
rukun khutbah diucapkan dalam bahasa Arab. Empat rukun yang pertama
(Hamdalah, Syahadat, Shalawat dan wasiyat) diucapkan pada khutbah yang
pertama dan kedua, sedangkan ayat Al-Qur’an boleh dibaca pada salah satu
khutbah (pertama atau kedua) dan do’a pada khutbah yang kedua.
G. Sunnah-sunnah Khutbah
1. Berdiri di tempat yang tinggi (mimbar)
2. Memberi salam, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Jabir ra.:
“Sesungguhnya Nabi SAW. apabila telah naik mimbar, (beliau) memberi salam”. (HR. Ibnu Majah).
3. Menghadap Jama’ah, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Adi bin Tsabit dari ayahnya dari kakeknya: “Adalah
Nabi SAW. apabila telah berdiri di atas mimbar, shahabat-shahabatnya
menghadapkan wajah mereka ke arahnya”. (HR. Ibnu Majah).
4. Suara jelas penuh semangat, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Jabir r.a: “Adalah
Rasulullah SAW. apabila berkhutbah kedua matanya menjadi merah,
suaranya lantang/tinggi, berapi-api bagaikan seorang panglima (yang
memberi komando kepada tentaranya) dengan kata-kata “Siap siagalah di
waktu pagi dan petang”. (HR. Muslim dan Ibnu Majah).
5. Singkat, padat, akurat dan memikat, Rasulullah SAW. bersabda :
“Adalah Rasulullah SAW. biasa memanjangkan shalat dan memendekkan khutbahnya”. (HR. Nasai dari Abdullah bin Abi Auf).
“Adalah Rasulullah SAW. biasa memanjangkan shalat dan memendekkan khutbahnya”. (HR. Nasai dari Abdullah bin Abi Auf).
6. Gerakan tangan tidak terlalu bebas, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Abdurrahman bin’ Sa’ad bin ‘Ammar bin Sa’ad ia berkata: “Adalah
Nabi SAW. apabila berkhutbah dalam suatu peperangan beliau berkhutbah
atas anak panah, dan bila berkhutbah di hari Jum’at belaiu berpegangan
pada tongkat”. (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi).
7. Seusai khutbah kedua segera turun dari mimbar, berdasarkan hadits Nabi SAW. “Adalah
shahabat Bilal itu menyerukan adzan apabila Nabi SAW. telah duduk di
atas mimbar, dan ia iqomah apabila Nabi SAW. telah turun”. (HR. Imam
Ahmad dan Nasai).
8. Tertib dalam membacakan rukun-rukun khutbah, yaitu: Hamdalah, Syahadat, Shalawat, wasiyat, Ayat Al-Qur’an dan Do’a.
H. Hal-hal Yang Dimakhruhkan Dalam Khutbah
1. Membelakangi Jama’ah.
2. Terlalu banyak bergerak.
3. Meludah.
I. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Khotib
1. Melakukan persiapan, mental, fisik dan naskah khutbah
2. Memilih materi yang tepat dan up to date
3. Melakukan latihan seperlunya
4. Menguasai materi khutbah
5. Menjiwai isi khutbah
6. Bahasa yang mudah difahami
7. Suara jelas, tegas dan lugas
8. Pakaian sopan, memadai dan Islami
9. Waktu maksimal 15 menit
10. Bersedia menjadi Imam shalat Jum’at
J. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Ketika Khutbah
1. Pakaian hendaklah sopan dan jangan menyalahi adat istiadat kebiasaan masyarakat itu.
2. Bahasanya hendaklah fasih, jelas dan tepat.
3. Ayat-ayat
Al-Qur’an dan Hadits hendaklah diucapkan dengan lidah fasih dan jitu.
Hendaklah jangan melakukan kesalahan mengatakan ayat Al-Qur’an sebagai
Hadits dan Hadits dinyatakan sebagai Al-Qur’an.
4. Berkhutbah hendaknya tenang dan susunan bahasanya dapat dimengerti orang.
5. khutbah hendaklah telah siap ditulis, sehingga khatib dapat berbicara tepat tidak bertele-tele.
6. Kuatkanlah keyakinan, bahwa tujuan khutbah adalah ibadat.
7. Seorang khatib hendaklah betul-betul menjadi teladan yang baik dan memberi pimpinan yang baik kepada masyarakat.
8. Jangan membanggakan diri.
9. Isi khutbah jangan menyinggung kehormatan golongan lain dan pilihlah acara khutbah yang sifatnya umum.
10. Dengan suarayang keras cukup didengar seluruh pengunjung Jum’at.
K. Beberapa Kejadian yang Mengecewakan Para Pendengar
Dalam
melaksanakan khutbah sering terjadi peristiwa yang Menimbulkan
kekecewaan pra pendengar, yakni para pengunjung Jum’at misalnya :
1. Khutbah
sangat panjang dan dalam khutbah bukan menganjurkan amal ibadat,
melainkan berkisar pada persoalan politik yang tidak dimengerti oleh
sebagian para pengunjung Jum’at.
2. Diwaktu
berkhutbah kadang-kadang dipakai kata-kata bahasa asing yang tidak
dimengerti oleh sebagian besar para pengunjung Jum’at.
3. Khutbah
Jum’at sering dipakai memberikan jawaban suatu masalah pertentangan
khilafiyah, yang akibatnya pada Jum’at berikutnya dilanjutkan lawannya
untuk membalas dan memberikan penjelasan yang tidak ada habis-habisnya.
Atau setidak-tidaknya membuat ketegangan dikalangan para pengunjung
Jum’at setelah selesainya shalat.
Peristiwa
semacam ini hendaklah diperhatikan benar-benar oleh para khatib sebab
kejadian demikian itu dapat menggemparkan masyarakat, karena
tindak-tanduk para khatib yang kadang-kadang tidak sengaja.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Selain
khutbah Jum’at, ada pula khutbah yang dilaksanakan sesudah sholat,
yaitu: khutbah ‘Idul Fitri, ‘Idul Adha, khutbah sholat Gerhana (Kusuf
dan Khusuf). Sedangkan khutbah nikah dilaksanakan sebelum akad nikah.
Dalam makalah ini yang akan dikaji adalah khusus tentang khutbah Jum’at.
Berkenaan
dengan fungsi khutbah tersebut di atas, maka khutbah disampaikan dengan
bahasa yang mudah difahami oleh jama’ah (boleh bahasa setempat),
kecuali rukun-rukun khutbah. Allah SWT. berfirman:
“Dan
tidaklah Kami mengutus Rasul, melainkan dengan bahasa yang difahami
oleh kaumnya, agar ia dapat memberi penjelasan kepada mereka”. (QS.
Ibrahim : 4).
Selain khutbah jum’at ada juga khutbah-khutbah yang lain yang telah ditentukan syara’. Selain Khutbah Jum’at, ialah Khutbah “Idul Adl-ha, ‘Idul Fitri, gerhana matahari, gerhana bulan, dan Khutbah istitsqa/meminta hujan. Khutbah-khutbah ini dilakukan sesudah shalat.
B. Saran
Dengan
kerendahan hati, penulis merasa makalah ini sangat sederhana dan jauh
dari kesempuraan. Saran kritik yang konstuktif sangat diperlukan demi
kesempurnaan makalah sehingga akan lebih bernanfaat kontibusinya bagi
hazanah keilmuan. Wallahu a’lam.
DAFTAR PUSTAKA
Rifa’i, Muhammad. Fiqih Islam. Semarang: Karya Putra Thoha.
Rasjid, Sulaiman. 2011. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
http://assunnah.or.id
http://www.gaulislam.com/adab-adab-khutbah-jumat
http://blog.re.or.id/tata-cara-khutbah-pada-shalat-jumat.htm
Terimakasih, materi khutbah jumat nya sangat bermanfaat bagi saya.
ReplyDelete